Jln. Suwur Desa Watuagung Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek 66382

Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Rabu, September 03, 2025

Guru dan Pegawai Sekolah yang Terjebak Ego: Ancaman bagi Kemajuan Pendidikan


Sekolah adalah tempat lahirnya generasi penerus bangsa, di mana guru dan pegawai sekolah memegang peranan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, inspiratif, dan penuh semangat. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada sebagian guru maupun pegawai sekolah yang justru terjebak pada rutinitas, tidak memiliki kreativitas, dan lebih mengedepankan ego masing-masing. Fenomena ini, meskipun terlihat sepele, sebenarnya menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan serta kemajuan sebuah lembaga pendidikan.

Guru yang minim kreativitas cenderung hanya menjalankan tugas secara formalitas. Pembelajaran menjadi kaku, monoton, dan tidak mampu membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik. Padahal, dunia pendidikan menuntut adanya inovasi dan metode pembelajaran yang menarik agar siswa merasa betah belajar serta mampu mengembangkan potensi terbaiknya. Ketika kreativitas tidak hadir dalam diri seorang guru, maka murid tidak akan mendapatkan pengalaman belajar yang berkesan.

Lebih parah lagi, ketika ego pribadi lebih dikedepankan dibandingkan kerja sama tim, maka akan muncul gesekan antar individu. Guru dan pegawai yang sibuk mempertahankan gengsi serta kepentingan masing-masing akan sulit diajak bekerja sama membangun visi sekolah. Akibatnya, suasana kerja menjadi tidak sehat, komunikasi terhambat, bahkan bisa melahirkan perpecahan internal.

Dampak dari kondisi ini sangat jelas terlihat. Pertama, mutu pendidikan menurun karena proses pembelajaran tidak berkembang sesuai kebutuhan zaman. Kedua, sekolah kehilangan daya saing dengan lembaga lain yang lebih inovatif. Ketiga, citra sekolah di mata masyarakat ikut terpengaruh karena dianggap tidak mampu mencetak lulusan yang unggul. Tidak jarang, kondisi ini berujung pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah tersebut.

Agar kondisi ini tidak semakin parah, ada beberapa langkah nyata yang bisa ditempuh:

  1. Penguatan Budaya Kerja Sama
    Sekolah perlu menanamkan budaya kolektif bahwa keberhasilan bukanlah hasil kerja individu semata, melainkan buah sinergi semua pihak. Kegiatan rutin seperti rapat koordinasi, diskusi terbuka, atau kerja kelompok antarguru bisa menjadi sarana membangun solidaritas.

  2. Pelatihan dan Pengembangan Kreativitas
    Guru dan pegawai sekolah harus difasilitasi dengan pelatihan yang berorientasi pada peningkatan kompetensi, kreativitas, dan inovasi pembelajaran. Workshop, seminar, hingga pelatihan berbasis teknologi pendidikan bisa menjadi cara untuk menumbuhkan ide-ide segar.

  3. Sistem Apresiasi dan Evaluasi Kinerja
    Kreativitas dan kerja sama tim perlu dihargai dengan sistem apresiasi yang jelas, misalnya penghargaan guru kreatif atau pegawai teladan. Sebaliknya, evaluasi kinerja juga harus berjalan tegas agar semua pihak memiliki kesadaran untuk memperbaiki diri.

  4. Kepemimpinan yang Visioner dan Tegas
    Kepala sekolah harus menjadi teladan sekaligus penggerak utama. Kepemimpinan yang visioner, tegas, dan mampu merangkul semua pihak akan menciptakan iklim sekolah yang sehat dan berorientasi pada kemajuan bersama.

  5. Peningkatan Rasa Kepedulian Sosial
    Guru dan pegawai sekolah harus disadarkan bahwa pekerjaan mereka adalah amanah besar yang menyangkut masa depan anak bangsa. Menumbuhkan empati dan kepedulian sosial akan mengikis ego pribadi serta memperkuat semangat pengabdian.

Pendidikan adalah proses mencetak generasi emas bangsa. Bila guru dan pegawai sekolah gagal menghadirkan kreativitas dan hanya mementingkan diri sendiri, maka sesungguhnya mereka telah menutup pintu bagi masa depan sekolah dan anak-anak didik yang mereka bimbing. Dengan membangun budaya kerja sama, meningkatkan kreativitas, serta menyingkirkan ego, sekolah akan menjadi rumah yang nyaman untuk belajar, berkembang, dan melahirkan generasi unggul.


Penulis : Murdiyanto (Aktivis Pendidikan / Organisasi)

Share:

Sabtu, Agustus 23, 2025

Madrasah Ibtidaiyah: Menanam Ilmu, Menumbuhkan Akhlak Mulia


Pendidikan adalah investasi terbaik untuk masa depan. Di tengah arus perkembangan zaman yang begitu cepat, Madrasah Ibtidaiyah (MI) hadir sebagai pondasi awal bagi anak-anak kita untuk tumbuh menjadi generasi yang cerdas sekaligus berakhlak mulia.

MI tidak hanya sekadar sekolah dasar yang mengajarkan baca, tulis, hitung, atau ilmu pengetahuan umum lainnya. Lebih dari itu, madrasah mengajarkan bagaimana ilmu pengetahuan berpadu dengan nilai-nilai keagamaan. Di sinilah keistimewaan MI: membekali anak-anak dengan kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual.

Bayangkan betapa indahnya ketika seorang anak sejak dini sudah terbiasa membaca doa sebelum belajar, disiplin melaksanakan salat, hormat kepada guru, sekaligus mampu memahami pelajaran sains, matematika, dan bahasa dengan baik. Inilah generasi yang kita cita-citakan: generasi berilmu, beriman, dan berakhlakul karimah.

Madrasah Ibtidaiyah juga menjadi tempat persemaian nilai-nilai kebangsaan. Anak-anak diajarkan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman. Dengan begitu, MI tidak hanya mencetak pribadi muslim yang taat, tetapi juga warga negara yang cinta Indonesia.

Lebih dari itu, madrasah tersebar hingga ke pelosok desa, membuka akses pendidikan bagi semua kalangan. Tidak ada sekat kaya atau miskin, desa atau kota, semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan meraih cita-cita di MI.

Karena itulah, sudah seharusnya kita semua—orang tua, masyarakat, dan pemerintah—bersinergi mendukung perkembangan Madrasah Ibtidaiyah. Dukungan nyata, baik melalui perhatian, doa, maupun kontribusi, akan menjadi energi besar bagi madrasah dalam melahirkan generasi unggul penerus bangsa.

Mari bersama-sama kita jaga, kita rawat, dan kita majukan Madrasah Ibtidaiyah. Karena dari madrasah inilah akan lahir generasi yang bukan hanya pandai, tetapi juga santun, berakhlak, dan siap menghadapi tantangan zaman.



Penulis : Murdiyanto
Wakil Sekretaris MWC NU Watulimo
Share:

Selasa, Maret 23, 2021

Menghargai Kelebihan Orang Lain


Menghargai kelebihan orang lain bukanlah sifat bawaan manusia, tetapi sifat yang butuh dilatih terus menerus hingga menjadi ahli. Tanpa dilatih serius, maka dapat muncul perkataan-perkataan yang sepintas benar tetapi sebenarnya bertujuan untuk menganggap kelebihan orang lain sebagai hal percuma, meskipun secara logika aneh sekali. Misalnya:

1 - Ketika melihat orang yang diluaskan rezekinya, lalu berkata: "Buat apa kekayaan, toh kekayaan tidak dibawa mati". Secara logika pernyataan itu bisa dibalik menjadi pernyataan yang juga benar tetapi absurd: "Buat apa hidup miskin, toh kemiskinan tidak dibawa mati". Selain itu kekayaan sangat besar potensinya untuk bekal mati bila digunakan secara tepat.

2 - Ketika melihat orang yang diberi wajah tampan/cantik, lalu berkata: "Buat apa wajah tampan/cantik, toh nanti kalau tua peyot juga". Pernyataan ini secara logika bisa dibalik: "Buat apa jelek sejak muda, apalagi nanti kalau tua?". Kalau anugerah wajah bagus tidak ada kelebihannya, maka apalagi wajah yang tidak bagus. Demikian juga dengan pernyataan: "Buat apa cantik fisik, yang penting cantik hati". Pernyataan terakhir ini tidak nyambung sebab yang cantik fisik bisa juga cantik hati dan sebaliknya yang tidak cantik fisik bisa juga tidak cantik hati.

3 - Ketika melihat orang yang diberi keluasan ilmu, lalu berkata: "Buat apa ilmu tinggi, yang penting kan amal". Secara logika, tinggi rendahnya ilmu tidak ada hubungannya dengan amal. Orang berilmu tinggi bisa beramal baik dan bisa juga tidak. Orang tidak berilmu juga bisa beramal baik dan bisa juga tidak. Yang jelas berilmu lebih utama daripada tidak berilmu. 

Begitulah gambaran yang sering terjadi pada orang yang sulit menghargai kelebihan orang lain. Semua kelebihan duniawi tersebut Allah yang memberikan, baik kelebihan harta, ilmu, nasab, keelokan tubuh, banyaknya pengikut, popularitas, jabatan dan apa pun, semuanya dari Allah dan didapat murni atas kehendak Allah. Demikian juga kelebihan ukhrowi, seperti ketakwaan, kesabaran, qana'ah dan lain sebagainya juga dari Allah. Kelebihan yang manapun wajib disyukuri dan disambut gembira ketika dimiliki oleh seorang muslim. 

Bila hati seseorang bersih, ia akan menghargai kelebihan-kelebihan itu dan mensupport orang lain yang memilikinya untuk bersyukur. Sebaliknya bila hati terkena penyakit hasud, maka ia akan meniadakan kelebihan itu dan menempatkannya selalu dalam konteks buruk seolah itu adalah kutukan dari Allah atau setidaknya hal percuma yang tidak perlu disyukuri. Mari cek hati kita masing-masing.

Dalam hadis sahih tercatat bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa orang terbaik di masa jahiliyah adalah juga orang terbaik di masa islam ketika mereka mengerti aturan agama. Dari sini kita tahu bahwa Nabi Muhammad sama sekali tidak menafikan kelebihan yang dimiliki seseorang di masa jahiliyahnya, justru beliau tetap menghargainya ketika yang bersangkutan masuk islam. Karena itu tidak perlu heran ketika Khalid bin Walid Sang jenderal jahiliyah ketika masuk islam dijadikan jenderal pasukan muslim. Andai memakai logika hasud, tentu hilang lah semua kelebihan itu dan dianggap nol ketika masuk Islam.
.
.
Sumber : FB. Abdul Wahab Ahmad
Foto : Kegiatan Maramis MI Watuagung 2017
Share:

Terjemahkan

Alamat Kantor

e-ujian.id