Kegiatan diawali dengan pembiasaan membaca doa “Kalamun Qodim...” yang dibacakan bersama sebelum dan setelah proses pembelajaran. Tradisi ini menjadi penguat karakter religius siswa, khususnya dalam mendukung program madrasah lainnya yakni Tahfidzul Qur’an Juz 30 dan Juz 1.
Setelah itu, para siswa diperkenalkan dengan berbagai materi ekstrakurikuler. Bapak Murdiyanto menekankan pentingnya keterlibatan siswa dalam kegiatan Kepramukaan, karena pramuka menjadi wadah yang melatih kemandirian, tanggung jawab, kepemimpinan, dan cinta tanah air.
“Kepramukaan bukan hanya sekadar baris-berbaris atau yel-yel semata. Lebih dari itu, pramuka adalah tempat belajar menjadi pribadi yang jujur, amanah, adil, dan penuh kepedulian terhadap sesama. Di MI Watuagung, kami juga mengenalkan Satuan Komunitas Pramuka Ma’arif NU (SAKOMA) dengan sembilan pilar yang selaras dengan nilai keislaman dan kebangsaan,” jelas Murdiyanto saat memberikan arahan.
Adapun 9 Pilar SAKOMA NU yang disampaikan antara lain:
-
As Shidqu (jujur),
-
Al Amanah wal Wafa bil ‘Ahdi (amanah dan menepati janji),
-
Al ‘Adalah (adil),
-
At Ta’awun (tolong-menolong),
-
Al Istiqomah (istiqomah),
-
Tawassuth dan I’tidal (moderat dan seimbang),
-
Tasamuh (toleran),
-
Tawazun (harmonis),
-
Amar Ma’ruf Nahi Munkar (mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran).
“Kami berharap melalui kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler ini, siswa MI Watuagung tidak hanya cerdas dalam ilmu, tetapi juga tangguh dalam akhlak, disiplin dalam kehidupan, dan mampu membawa nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah ke dalam lingkungan masyarakat,” ujarnya.
Dengan adanya program pembinaan yang terintegrasi antara keagamaan dan ekstrakurikuler ini, MI Watuagung berupaya menyiapkan peserta didik yang siap menghadapi tantangan zaman, tanpa kehilangan jati diri sebagai muslim yang berakhlakul karimah. (MY)